Kekuasaan adalah salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Namun, ketika kekuasaan ini menjadi absolut, yakni tanpa batasan dan kontrol, dapat mengarah pada berbagai perilaku negatif. Artikel ini akan membahas beberapa alasan mengapa manusia tidak boleh diberi kekuasaan mutlak, dengan menyoroti kecenderungan manusia untuk semena-mena, pengaruh dari tujuh dosa besar, tendensi bermain sebagai Tuhan, serta kaitannya dengan perilaku bullying.
Manusia Cenderung Semena-mena Jika Diberi Absolute Power
Salah satu alasan utama mengapa kekuasaan mutlak berbahaya adalah
kecenderungan manusia untuk bertindak semena-mena. Kekuasaan tanpa batas
seringkali membuat seseorang merasa superior dan meremehkan orang lain. Ketika
individu memiliki kendali penuh tanpa ada yang dapat mengontrol atau
menyeimbangkan kekuasaannya, mereka cenderung memanfaatkan posisi tersebut
untuk kepentingan pribadi, sering kali dengan mengorbankan kepentingan orang lain.
Hal ini karena tidak ada mekanisme yang menghalangi tindakan-tindakan yang
merugikan.
Pengaruh Sifat dari Tujuh Dosa Besar
Kekuasaan mutlak dapat memperkuat pengaruh dari tujuh dosa besar
manusia: kesombongan, keserakahan, kemarahan, iri hati, nafsu, kerakusan, dan
kemalasan. Misalnya, kesombongan bisa membuat seseorang merasa lebih hebat dari
orang lain dan berhak memperlakukan mereka dengan tidak adil. Keserakahan bisa
mendorong seseorang untuk mengambil lebih banyak dari yang dibutuhkan,
sementara kemarahan bisa menyebabkan tindakan-tindakan yang destruktif.
Kekuasaan mutlak dapat memperbesar sifat-sifat negatif ini, yang pada
gilirannya merugikan orang lain dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat.
baca juga: Mental Health dan Generasi Muda Sekarang
Tendensi Manusia untuk Bermain sebagai Tuhan
Ketika seseorang memiliki kekuasaan mutlak, ada kecenderungan untuk
bermain sebagai Tuhan, yakni merasa memiliki hak untuk menentukan nasib orang
lain. Perasaan ini dapat mendorong seseorang untuk mengambil
keputusan-keputusan yang sewenang-wenang dan mengontrol kehidupan orang lain
sesuai dengan kehendaknya. Dalam sejarah, banyak pemimpin dengan kekuasaan
absolut yang menganggap diri mereka berada di atas hukum dan moralitas,
sehingga mereka merasa bebas untuk melakukan apapun yang diinginkan, bahkan
jika itu merugikan orang banyak.
Bullying sebagai Akibat dari Kekuasaan Mutlak
Salah satu bentuk nyata dari penyalahgunaan kekuasaan adalah bullying.
Bullying sering terjadi ketika seseorang merasa memiliki kekuasaan lebih dan
menggunakannya untuk menindas orang lain. Dalam lingkungan sosial, bullying
adalah manifestasi dari perilaku semena-mena dan keinginan untuk mendominasi.
Pelaku bullying biasanya merasa superior dan memandang rendah korban mereka,
menganggapnya sebagai sasaran empuk untuk dieksploitasi.
Mengatasi Bullying dengan Empati
Bullying tidak akan terjadi apabila kita berpikir bahwa apa yang kita
lakukan kepada orang lain bisa juga terjadi kepada diri kita. Memiliki empati,
yakni kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain, adalah
kunci untuk mencegah bullying. Dengan menempatkan diri kita pada posisi orang
lain, kita akan lebih mampu memahami dampak negatif dari tindakan kita dan
cenderung menghindari perilaku yang merugikan.
Kesimpulan
Kekuasaan mutlak cenderung
menjerumuskan manusia ke dalam perilaku negatif karena sifat dasar manusia yang
mudah terpengaruh oleh kekuasaan. Tujuh dosa besar, keinginan untuk bermain
sebagai Tuhan, dan perilaku bullying adalah beberapa contoh dari dampak buruk
kekuasaan tanpa batas. Oleh karena itu, penting untuk memiliki sistem kontrol
dan keseimbangan yang memastikan kekuasaan tidak terpusat pada satu individu
atau kelompok tertentu, serta memupuk empati dalam diri setiap individu untuk
menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar